SISTEM PERIODIK KIMIA

SISTEM PERIODIK KIMIA

Selasa, 14 Juni 2011

MISKONSEPSI DALAM FISIKA

Miskonsepsi dalam Fisika
Pada tahun 1652 seorang penulis Perancis yang gayanya jenaka tetapi sindirannya tajam, Cyrano de Bergerac, mengisahkan pengalaman luar biasa yang konon telah terjadi pada dirinya. Ketika sedang melakukan suatu percobaan pada suatu hari, ia terangkat ke atas bersama dengan tabung-tabung reaksinya, labu sulingnya, dsb. Waktu ia mendarat beberapa jam kemudian, ia terheran-heran bahwa ia tidak berada di tanah airnya, Perancis, tetapi di Kanada. Cyrano de Bergerac benar-benar percaya bahwa perjalanan transatlantiknya dengan melayang di tempat bagaikan burung beranjangan merupakan hal yang sama sekali tidak mustahil. Katanya, sementara ia berada di angkasa di atas sana, bumi terus berputar ke arah timur. Sekarang, lebih dari tiga setengah abad kemudian, keyakinan semacam itu masih dipegang oleh banyak orang. Cukup banyak siswa yang berpikir bahwa seekor lalat yang terbang ke depan pada arah menyumbu di dekat dinding gerbong kereta api yang melaju dengan cepat akan menabrak dinding itu bila kereta api itu membelok kekiri. Tentu saja kisah de Bergerac dan kisah lalat yang terbang itu tidak lebih dari khayalan. Dalam kenyataannya hal itu tidak mungkin bisa terjadi. Soalnya, bila kita naik ke angkasa, kita tidak sungguh-sungguh terpisah dari atmosfer yang menyelimuti bumi yang juga ikut berputar dengan bumi. Udara, atau lebih tepatnya lapisan bawahnya yang lebih rapat, ikut berputar dengan bumi dengan membawa segalanya yang terdapat di dalamnya: ya mega-mega, burung-burung, pesawat-pesawat terbang dan serangga-serangga yang beterbangan. Seandainya tidak demikian halnya, maka kita akan senantiasa dihempaskan oleh angin yang amat keras yang kekuatannya sedemikian dahsyatnya, sehingga kalau dibandingkan dengan angin yang sangat hebat ini badai yang paling kuat pun hanya bagaikan siliran angin lembut sepoi-poi basah. Prahara, atau lesus, bergerak dengan kelajuan 144 km/jam, sedangkan di atas Bordeaux, sebuah kota di Perancis yang letaknya sekitar 45° L.U., misalnya, putaran bumi akan membawa kita menembus udara dengan kelajuan 1.171 km/jam. Seandainya kita mampu naik ke atas sedemikian tingginya sehingga udaranya di sana sangat renggang dan dapat diabaikan, atau bahkan seandainya bumi tidak mempunyai atmosfer sama sekali, kita tokh tetap saja tidak dapat memanfaatkan cara bepergian murah seperti yang dibayangkan Cyrano de Bergerac, sebab bila kita memisahkan diri dari permukaan bumi yang berpusing, kelembaman kita akan membuat kita terus bergerak dengan kelajuan yang sama. Bedanya, sekarang kita akan bergerak dalam lintasan lurus yang menyinggung busur lintasan bumi yang berpusing itu. Demikian pula, lalat tadi tidak akan menabrak dinding kereta api, sebab ia akan turut berbelok bersama dengan kereta api itu.
Miskonsepsi
Telah kita lihat bahwa konsepsi de Bergerac tentang perjalanan yang murah ke Kanada itu tidak sesuai dengan pandangan ilmuwan yang sekarang diterima kebenarannya. Menurut paradigma konstruktivis, dalam pikiran setiap orang terdapat schemata Piaget-an. Melalui skemata itu dan dengan mengubahnya, ia membangun gambaran mental tentang gejala yang baru saja dialaminya, sehingga pengalaman tersebut dapat ia pahami. Mencerap ialah membangun gambaran seperti itu, dan konsepsi yang dihasilkan disebut miskonsepsi kalau ia berbeda dengan konsepsi yang sekarang diterima para ilmuwan dan orang yang membangun gambaran dalam pikirannya itu sudah memperoleh pelajaran formal tentang gejala tersebut atau tentang gejala-gejala yang sama atau serupa jenisnya. Suatu miskonsepsi disebut prakonsepsi kalau gambaran itu dibayangkan secara intuitif oleh seseorang yang belum pernah bersekolah, dan semata-mata didasarkannya pada pengalaman-pengalamannya di lingkungannya sehari-hari. Beberapa pengarang memakai istilah yang berbeda untuk prakonsepsi, seperti kerangka alternatif (Shipstone, 1984), teori akal-sehat (Halloun, 1985), atau gagasanintuitif  (Licht, 1987). Para peneliti telah menunjukkan bahwa banyak pra/miskonsepsi yang "bandel" (Cohen, 1983; Halloun, 1985; Shistone, 1988; Licht, 1987). Pra/miskonsepsi-pra/miskonsepsi itu cukup panggah, walaupun diusahakan untuk menyangkalnya dengan penalaran yang logis dan/atau dengan menunjukkan perbedaannya dengan pengamatan-pengamatan yang sebenarnya, yang diperoleh dari peragaan atau percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu. Meskipun jumlah siswa yang berpegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun dengan bertambahnya umur mereka dan dengan makin tingginya aras pendidikan mereka, beberapa di antara siswa-siswa itu masih mengidap miskonsepsi itu di perguruan tinggi atau bahkan sesudah menjadi sarjana. Keterampilan siswa mengubah-ubah bentuk matematis rumus-rumus yang menyatakan hukum-hukum fisika dan kelincahan mereka dalam menggunakan rumus-rumus itu untuk memecahkan soal-soal kuantitatif dapat menyembunyikan miskonsepsi mereka tentang hukum-hukum itu. Belum tentu mereka dapat menjelaskan hukum-hukum itu secara kualitatif, seperti misalnya besaran yang mana yang merupakan sebab dan yang mana pula yang merupakan akibat, dan dimana dalam suatu sistem--sebuah untai elektrik, misalnya suatu hukum tertentu, misalnya hukum Ohm, berlaku. Para ahli pendidikan sains percaya bahwa miskonsepsi dapat menghalangi pembelajaran pada aras yang lebih maju, sebab konsepsi-konsepsi itu berbeda dengan konsepsi-konsepsi yang esensial untuk memahami dan untuk belajar secara efisien. Karena miskonsepsi sangat "bandel" terhadap usaha untuk menghapuskannya dengan cara-cara mengajar yang biasa (Viennot, 1979), sedang di pihak lain pembelajaran konsep adalah sangat penting (Gagné, 1977), harus dicari cara-cara untuk menemukannya dan untuk menggantinya dengan konsepsi yang benar secara keilmuan.
Miskonsepsi dalam Fisika
Banyak sekali contoh-contoh miskonsepsi dalam fisika. Misalnya, beberapa tahun yang lalu seorang fisikawan memberi penjelasan di TVRI bahwa sebuah satelit mengelilingi bumi dalam orbit berupa lingkaran karena ia tidak mengalami kakas netto (net force); kakas gravitasinya dihapuskan oleh "kakas emparan" (centrifugalforce) yang sama besar dan berlawanan arahnya. Ia tidak menerangkan dari mana asalnya kakas emparan itu, dan tidak diterangkan pula mengapa orbitnya lingkaran, dan bukan berupa lintasan lurus, kalau tidak ada kakas pada satelit itu. Meskipun sudah kami kritik, tetap saja ia tidak mengerti bahwa kakas emparan semacam itu tidak ada dalam kerangka acuan lembam tempat hukum-hukum gerak Newton berlaku, dan bahwa kakas gravitasi pada satelit itulah yang berperan sebagai kakas memusat/sentripetal F = mv²/r, yang memaksa satelit yang massanya m itu untuk bergerak dalam orbit lingkaran mengelilingi bumi dengan kelajuan singgung v pada ketinggian h = r - R kalau R adalah ruji (radius) bumi.Yang erat hubungannya dengan miskonsepsi ini ialah miskonsepsi bahwa massa satelit yang beredar dapat dihitung kalau altitudo/ketinggian dan kelajuan-edarnya diketahui. Sebenarnya ini adalah pertanyaan Presiden Eisenhower kepada para penasehat keilmuannya pada tahun 1957, ketika setiap orang Amerika terkejut dan sangat khawatir menyadari bahwa Uni Soviet telah berhasil meluncurkan satelit bumi yang pertama, yakni Sputnik. Seperti halnya umban-umban (projectiles) yang massanya berbeda-beda akan menjalani lintasan parabol yang sama bila dilontarkan dengan kecepatan awal yang sama, satelit-satelit dengan berbagai massa akan mengedari bumi dalam orbit lingkaran yang sama kalau kecepatan dan ketinggiannya sama. Sebabnya ialah karena r, ruji orbt itu, sama dengan v²/g, kalau v adalah kecepatan satelit-satelit itu dan g adalah percepatan gravitasi pada ketinggian itu. Hubungan antara r dan v takgayut (independent) pada massa m satelit tersebut. Sewaktu mempersiapkan diri untuk menempuh UMPTN tahun 1994, seorangsiswa yang tergolong "top" di SMA I Salatiga mencoba menyelesaikan soal-soalUMPTN dari tahun-tahun yang sudah lampau. Salah satu dari soal pilihan ganda itumengenai ayunan ratah (simple pendulum), yakni dimanakah (dalam lintasannya) bandul ayunan itu mempunyai kakas paling besar (the greatest force). Karena bingung menghadapi soal itu, ia minta tolong abangnya. Abangnya, yang duduk di tahun keempat sebagai mahasiswa yang prestasi akademiknya bagus di Jurusan Elektroteknika ITB, mengatakan bahwa bandul itu mempunyai kakas netto paling besar pada saat ia melalui titik yang terendah dalam gerak ayuan bolak-baliknya. Konsep "impetus" dari Zaman Pertengahan jelas masih hidup dalam pikiran mahasiswa itu. Ini contoh-contoh miskonsepsi dalam Mekanika. Miskonsepsi-miskonsepsi tentang untai arus searah sederhana dengan sebuah baterai dan sejumlah lampu yang dihubungkan secara berderet (seri) atau sejajar (paralel) atau dalam gabungan tertentu dari hubungan seri dan paralel itu, lazimnya masuk ke dalam kategori model-model sumber-konsumen atau efek setempat. Dalam salah satu model sumber-konsumen, arus dianggap mengalir dari kutup positif baterai itu dan dihabiskan oleh lampu tunggal dalam untai itu sehingga tidak ada yang sampai ke kutup yang satunya lagi. Variasi lain dari model ini ialah model lesapan (attenuation model), yang arusnya mengalir dari satu kutub baterai itu mengelilingi untaiannya ke kutub lainnya, dan lebih banyak arus yang keluar dari "pangkal anjak"(start terminal) daripada yang masuk ke "ujung akhir" (finish terminal). Karena itu,menurut model ini dalam untai dengan sejumlah lampu seiras (identik) yang dihubungkan berderet, lampu yang mendapat arus paling akhir arusnya paling sedikit.Variasi lainnya ialah model bagi-rata (sharing model). Di sini arusnya dibagi meratadi antara lampu-lampu yang dihubungkan secara seri. Variasi yang lain ialah model benturan (clashing model), yang arusnya dianggap keluar dari kedua kutub baterai itu, bertemu di tempat lampu itu berada dan "dimakan" oleh filamen lampu tersebut sehingga lampunya menyala. Dalam model efek setempat (local effect model), penambahan sebuah lampu secara sejajar dengan lampu seiras dalam sebuah untai dianggap membagi arus yangsemula mengalir dalam untai itu menjadi dua sama besar. Meskipun ini benar menuruthukum Ampere atau hukum kekekalan arus, dengan mengatakan bahwa arus di kedua cabang untai itu sama besar siswa yang mengidap miskonsepsi itu tidak menyadari bahwa lampu tambahan itu mempengaruhi keseluruhan untai tersebut, sehingga mengubah arus total dalam untai itu. Miskonsepsi lainnya disebabkan oleh sadarnya siswa bahwa filamen lampu itu sebuah hambatan, yang lebih besar pada filamen yang lebih halus dari lampu yang dayanya (watt-nya) lebih kecil. Maka, kalau diberi sebuah lampu 60 watt dan sebuah  lampu 20 watt yang dihubungkan secara seri dengan sebuah baterai dan lampu yang 60 watt lebih dekat ke kutup positif baterai itu, ia mengira bahwa lampu yang 60 wat titu "sudah barang tentu" akan menyala lebih terang, tidak saja karena letaknya lebih dekat dengan sumbernya, tetapi juga karena ia melahap lebih banyak arus daripa dalam lampu yang dayanya lebih rendah. Dalam miskonsepsi ini, arus dipandang sebagai konsep yang lebih penting, sedangkan tegangan hanya merupakan akibatnya, dan tidak sebaliknya. Dan arus jugalah, bukan tenaga (energi) yang dikonsumsi dalam beban berhambatan dalam untai tertutup. Lagi pula, arus dibayangkan sebagai aliran sebenarnya dari pembawa muatan seperti elektron dalam penghantar (conductor), persis beranalogi dengan aliran air melalui sebuah pipa! Maka efek yang (hampir-hampir) seketika dari suatu komponen di bagian hulu untai itu pada komponen lain di bagian hilirnya tidak dapat dimengerti. Dalam Keelektrikan dan Kemagnetan, jangan terkejut kalau di antara siswa-siswa SMA ada yang mempunyai miskonsepsi bahwa sebuah kompas magnet yang diletakkan di antara sepasang lempeng logam yang bermuatan posistif dan negatifakan dipengaruhi oleh arus sesaat yang mengalir melalui seutas kawat yang dipakai untuk menghubungkan kedua lempeng itu. Mereka barangkali berpikir bahwa arus itu menimbulkan medan magnet di sekitar kawat tersebut, dan mempengaruhi kiblat (orientasi) jarum kompas itu. Tentu saja ini benar, tetapi mereka lupa bahwa efek arus hantaran (konduksi) yang berubah itu dihilangkan oleh medan elektrik yang berubah atau oleh arus pergeseran yang berubah di antara kedua lempeng tersebut. Dalam Optika, miskonsepsi yang lazim dijumpai ialah bahwa kita melihat sebuah benda bila kita memancarkan sinar cahaya dari mata kita pada benda itu. Jadi, walaupun sinar cahaya ini tidak selalu kasatmata (visible), mata kita berfungsi bagaikan sepasang senter (sentolop). Hal ini terutama nyata, menurut miskonsepsi ini,bila seekor harimau mengendap-endap mendekati mangsanya dalam kegelapan malamtak berbulan. Miskonsepsi lainnya ialah bahwa Anda dapat melihat bayangan sekujur tubuh Anda dalam sebuah cermin datar yang kecil, asalkan Anda berdiri cukup jauhdari cermin itu. Lagi pula, menurut miskonsepsi ini, Anda akan melihat bayangan Anda di cermin di atas wastafel mengecil bila Anda menjauhi cermin tersebut. Tentu saja semuanya ini tidak benar, dan mudah Anda buktikan sendiri. Ada ukuran minimum dan cara tertentu untuk menggantungkan cermin datar di dinding, agar bayangan sepenuh-badan Anda tampak dalam cermin itu.Miskonsepsi lain yang lazim dalam Optika ialah bahwa bila kita menatap langit nan bertabur bintang dari bumi pada suatu malam, kita akan melihat bintang-bintang itu berkelip-kelip, sedangkan planet-planet tidak berkedip. Alasan untuk mendukung miskonsepsi ini ialah karena bintang-bintang memencarkan cahayamereka sendiri, sedangkan planet-planet hanya memantulkan cahaya yang mereka terima dari matahari dan bintang-bintang. Bahwa bintang-bintang menyinarkan cahaya mereka sendiri, sedangkan planet-planet hanya berfungsi sebagai pemantul memang benar, tetapi dalam langit malam planet-planet juga berkedip-kedip. Kedip-kedipan itu disebabkan oleh berubah-ubahnya rapat udara dalam atmosfer bumi.Sebarang sumber cahaya yang letaknya jauh akan berkedip-kedip kalau sumber ituterpisah dari pengamatnya oleh udara yang cukup banyaknya, yang terus-menerusberubah-ubah arus alirannya. Kilauan dalam lapisan-lapisan atmosfer yang bergejolak ini menyimpangkan garis-pandang kita, dan penyimpangan ini membuat bintang yang sedang kita lihat itu hilang dari pandangan kita. Tetapi planet merupakan lesan (target) yang lebih besar, sebab letaknya lebih dekat. Karena itu, penyimpangan garis-pandangitu bisa menghilangkan atau tidak menghilangkan planet itu dari pandangan kita. Itulah sebabnya mengapa kedipan planet kurang nyata kalau dibandingkan dengan bintang. Namun planet-planet itu tokh berkedip-kedip juga! Bila dilihat oleh seorang astronaut dari dan melalui kehampaan angkasa luar kedipan itu tidak terjadi. Jadi yang dilihat oleh astronaut itu adalah bintang-bintang dan planet-planet yang menatapnya tanpa berkedip sedikit pun, sebagai bintik-bintik cahaya dengan latar belakang kegelapan yang pekat. Dalam Bahang (Kalor), beberapa siswa mempunyai miskonsepsi bahwa gelasair pada suhu T°C, kalau dituangkan ke dalam dua gelas sehingga masing-masing gelas itu berisi air separuh gelas semula, maka suhu air di dalam kedua gelas itu sama, yakni separuh suhu semula, atau ½T°C.Dengan menggunakan kanta (lensa) cembung yang kuat, sementara siswa mungkin mengira bahwa sinar matahari dapat dipumpunkan (difokuskan) ke bagian yang kecil sekali dari permukaan sebuah benda, sehingga pada bintik cahaya itu benda tersebut menjadi lebih panas daripada matahari. Ini suatu miskonsepsi, sebab walaupun tidak bertentangan dengan asas kekekalan tenaga, gejala itu akan melanggar hukum termodinamika kedua, yakni bahang mengalir sendiri dari sebuah tandon(reservoir) atau sumber pada suatu suhu ke tandon lain atau sungap (sink) yang suhunya lebih tinggi.Miskonsepsi lainnya dalam bahang ialah mengira bahwa lebih mudah untuk mendidihkan air panas di dalam sebuah gelas dengan menggunakan air mendidih didalam sebuah panci yang besar, daripada mendidihkan air yang sama panasnya di dalam labu yang berisi air itu sampai separuhnya dan kemudian disumbat rapat-rapat, dengan memakai air es. Kenyataannya, air panas di dalam gelas itu tidak akan pernah mendidih, sedangkan air di dalam labu berpantat bundar yang mulutnya di sumbat ituakan mendidih, sebab air es itu akan mengembun sebagian dari uap air di atas permukaan air panas di dalam labu yang dijungkirkan itu, sehingga menurunkantekanannya dan menyebabkan air panas itu mendidih. Hal ini mudah diperagakan.Labu yang pantatnya bundar perlu dipakai, agar tekanan di dalamnya yang turun itu tidak menyebabkan labu itu pecah mendelak (implode).Dalam Fisika Modern, miskonsepsi yang lazim ialah membayangkan electron keadaan dasar (ground state) sebuah atom hidrogen atau atom bak-hidrogen (hydrogen-like atom) bergerak dalam orbit lingkaran dekat dengan inti atom itu. Gambaran yang salah ini barangkali disebabkan oleh rumus Bohr untuk ruji (radius)orbit tersebut:r = n²n²/mZe²yang untuk keadaan dasar (dengan bilangan kuantum utama n = 1) memberikan orbit yang paling kecil. Tetapi untuk n = 1, bilangan kuantum pusa sudut edaran (the orbital angular momentum quantum number) 1 hanya bisa 0, dan membuka dua kemungkinan saja untuk kiblat (orientasi) spin elektron itu, yakni "spin ke atas" (ms =+½) dan "spin ke bawah" (ms = -½). Ke mana pun kiblat spinnya, elektron itu tidak dapat bergerak dalam orbit lingkaran, sebab tidak mempunyai pusa sudut edaran.Karena itu, gambaran yang lebih realistik diperoleh dengan membayangkan electron itu bergetar melalui inti atom tersebut. Dengan alasan yang lain, lebih realistik lagi untuk memikirkan elektron itu bukan sebagai zarah, tetapi sebagai bingkisan gelombang (wave packet) atau sebagai suatu agihan muatan yang baur (fuzzy).Dengan kata lain, elektron itu teroleskan menyebar di dalam sebuah lingkaran (atau bahkan sebuah bola) yang melingkupi inti atom tersebut. Miskonsepsi lainnya ialah berpikir bahwa jika Anda menjelajahi ruang angkasa luar dengan kecepatan tetap v yang nilainya mendekati kelajuan cahaya (c =3 x 108 m/s), Anda dapat mendeteksi gerak Anda. Biasanya yang diajukan sebaga ialasannya ialah peningkatan massa (m =m0g; wg = (1 - b2)-½; b = v/c; m0 = massarihat), atau susutan Fitz Gerald (L = L0/g), atau muluran waktu (t = t0g), atausemuanya itu--yang diterapkan pada badan astronaut yang sedang berkelana itu,sehingga ia akan mempunyai massa yang jauh lebih besar, atau ia akan menjadi pipih seperti karton, atau detak jantungnya akan melambat. Ini suatu miskonsepsi, sebab menurut Teori Kenisbian, kalau Anda tidak mempunyai acuan apa pun (misalnya didalam ruangan tertutup, dan tidak dipercepat/diperlambat, artinya percepatannya a =0), sama sekali Anda tidak dapat mengetahui apakah Anda (atau ruangan tertutup itu) bergerak atau tidak.
Sebab-Musabab yang Mungkin dari Pra/Miskonsepsi
Bila seorang anak mengalami suatu hal atau pengalaman yang baru dilingkungannya sehari-hari, ia berusaha menafsirkannya. Dipakainya pengalamannya yang lalu sebagai semacam kerangka untuk menempatkan pengalaman baru itu didalamnya. Ia melihat pengalamannya yang baru itu dalam perspektif pengalaman-pengalamannya yang lalu agar pengalaman baru itu dapat dipahaminya. Walaupun seorang anak mampu mengantang asap dan membayangkan fantasi yang aneh-aneh dalam peran pura-puranya, ia tentu saja tidak mungkin melampaui hal-hal yang telah diketahui atau didengarnya. Tetapi kita tahu bahwa keadaan yang diidealkan senantiasa merupakan jantung konsep-konsep keilmuan, sebab model keilmuan dibangun berdasarkan asumsi-asumsi dasar yang diabstraksikan dan sangat disederhanakan dari realitas yang amat rumit (complex). Karena itu, prakonsepsi berbeda dengan konsepsi yang masih berlaku dan diterima oleh para ilmuwan. Dongeng pengantar tidur, fantasi yang direka-reka teman-temannya ketika mereka saling menyombongkan diri dalam percakapan dan perbantahan mereka, dan animasi yang jenaka tetapi mustahil yang mereka lihat dalam kartun di televisi atau dimajalah juga dapat mempengaruhi gambaran mental yang dibangunnya secara intuitif mengenai hal-hal dan gejala-gejala yang dialaminya. Buku yang ditulis dengan jelek dan penjelasan dari seorang guru yang mengidap miskonsepsi tentang hal yang sedang diterangkannya juga dapat menjuruskan anak ke konsep-konsep yang tidak ilmiah. Jadi, miskonsepsi menyebabkan miskonsepsi lagi. Salah seorang di antara kami (LW) pernah melihat ilustrasi dalam sebuah majalah yang dimaksudkan untuk menjelaskan reaksi nuklir berantai di dalam teras sebuah reaktor pembelahan-inti (fisi). Ilustrasi itu memperlihatkan sebuah neutron membelah inti-berat U-235 yang besar menjadi dua bagian yang sama besar, dua neutron lainnya membelah masing-masing sibir belahan (fission fragments) ini menjadi dua bagian yang lebih kecil lagi, dan seterusnya. Ditinjau dari segi seninya, ilustrasi itu bagus, dengan warna-warna yang berbeda untuk neutron-neutron dan untuk inti U-235 itu dan sibir-sibirnya, dan dengan anak panah untuk menunjukkan arah proses yang dimaksudkan berlanjut terus itu. Namun jelaslah bahwa seniman yang melukis ilustrasi itu tidak tahu tentang pembelahan inti.Kata-kata dan istilah-istilah yang tidak tepat dan penggunaannya yang tidak konsisten bukan saja antar konsep yang berbeda, tetapi juga pada satu konsep, juga tidak membantu anak-anak dalam pembelajaran konsep. Di Amerika, bila aki mobil Anda terlalu lemah untuk menganjak (menstarter) mobil itu, petugas di pompa bensin yang mengeceknya akan berkata: It' out of juice, yang terjemahan harfiahnya 'Sari-buahnya habis". Orang-orang dan anak-anak terbiasa membayangkan apa pun yang keluar dari bateri itu sebagai semacam zair (fluida) yang mengalir, yang merupakan analogi yang jelek untuk arus elektrik. Mereka juga menyebut pedal gas di dalam mobil "pemercepat" (accelerator). Maka, di antara mereka ada yang mengira bahwa mobilnya tidak mengalami percepatan kalau kaki mereka tidak menancapkan pedal gas itu, meskipun mereka mengendarai mobilnya menuruni bukit tanpa menginjakkan kakinya di pedal rem! Sewaktu salah seorang di antara kami (LW) mengajarkan Sains Fisis (Physical Science) di Amerika, ia menugasi mahasiswanya untuk melakukan percobaan untuk mengukur besarnya molekul, dengan menggunakan bercak lapisan monomolekularasam oleat (oleic acid) yang bentuknya kira-kira seperti lingkaran, di permukaan air yang sebelumnya telah ditaburi serbuk likopodium. Dan hanya karena percobaan itu disebut "percobaan untuk mengukur besarnya molekul", dan karena "garis tengah"mereka lakukan, beberapa di antara para mahasiswa itu mengira bahwa keseluruhan bercak itu adalah satu molekul. Padahal mereka bukan siswa-siswa yang masih kecil di SD, melainkan mahasiswi-mahasiswi berstatus wreda (senior, tahun ke-4) yang mengambil pendidikan guru SD sebagai bidang studi utama (major)nya!) Sekarang ini di Indonesia tokoh-tokoh politik tampaknya sangat gemar memakai kata "momentum". Tetapi yang mereka maksudkan bukan besaran fisika yang fluksi (turunan-ke-waktu)nya adalah kakas (force), melainkan "saat" (moment). Dikhawatirkan bahwa salah-kaprah (misnomor) ini dapat mengaburkan konsep pusa (momentum) yang lambangnya p =mv, bila siswa-siswa SMP/SMA mempelajari konsep ini untuk pertama kalinya. Karena itu, sebaiknya penggunaan yang tidak tepatdari istilah ini segera diakhiri, dan istilah itu, dalam makna yang disebut pertama,diganti saja dengan "momen" atau--lebih baik lagi--"saat". Sementara itu, sebaiknya padanan Indonesia untuk istilah fisika momentum, yakni "pusa", disebarluaskan dandipakai dalam pengajaran dan dalam buku-buku teks. Huruf pertama dalam istilah ini,yakni "p", dapat pula mengingatkan (maha)siswa pada besaran fisika itu, sebablambangnya juga "p".
Siasat Mengajar untuk Mengatasi Miskonsepsi
Para mahasiswa dalam kisah tentang "bercak molekul yang besar" tadi menunda-nunda pengambilan mata kuliah Sains Fisis sampai mereka duduk ditriwulan pertama atau triwulan kedua) di tahun keempat, sebab Sains Fisis dan terutama komponen Fisikanya dianggap sebagai mata kuliah yang paling sulit. Fisika sukar karena bahannya yang abstrak, memerlukan derajat kesaksamaan logis yang tinggi dalam pemecahan soal-soalnya, menuntut jenis penalaran yang canggih (termasuk penalaran formal menurut tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget) dan mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini harus pandai mengolah beraneka-ragam persamaan dan rumus secara matematis (Clement, 1982). Para mahasiswa sering mengeluh bahwa Fisika tidak penad (relevant), karena kuliah yang mereka dapatkan seringkali terlepas sama sekali dari apa yang mereka alami di lingkungannya sehari-hari. Hal iniyakni bahwa Fisika itu sukar--membuat makin perlunya untuk mengungkapkan miskonsepsi-miskonsepsi yang ada pada para (maha)siswa dan untuk membantu mereka mengatasinya sedini mungkin dalam karier studi mereka. Khususnya miskonsepsi tentang konsep-konsep dasar seperti masa, percepatan, beda potensial, hukum-hukum kekekalan, dsb. menghambat proses belajar, sebab pemahaman konsep-konsep kunci dan asas-asas dasar ini merupakan prasyarat pokok untuk memahami konsep-konsep yang arasnya lebih tinggi. Untuk mengatasi miskonsepsi, para peneliti di bidang pendidikan sains seperti Nussbaum dan Novick (1982), Clement (1982), Minstrell (1982), Nachtigall (1984), Shipstone (1985), Cosgrove (1985), Driver dan Oldham (1985), dan Licht (1987) menyarankan metode mengajar yang terdiri atas dua sampai enam langkah, yang dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Memancing Tanggapan (Elisitasi)
Situasi belajar-mengajar yang mengasyikkan dipersiapkan dengan sengaja sehingga para (maha)siswa mau mengajukan gagasan-gagasan intuitif mereka tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati di lingkungan hidupnya sehari-hari. Gagasan-gagasan itu lalu dipertimbangkan bersama. Suasananya harus cukup santai dan tidak menakutkan, agar para (maha)siswa tidak khawatir akan dicemoohkan atau ditertawakan kalau "salah". Guru/dosennya harus menahan diri untuk tidak menghakimi (maha)siswanya, dengan menunda pentakdisan (validasi) penjelasan mereka di tahap kedua nanti.
2. Tantangan dan Konfrontasi
Bawalah para (maha)siswa ke dunia sekolah/universitas dengan member mereka pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mintalah mereka untuk meramalkan hasil percobaan itu dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu. Lalu peragakanlah gejala tersebut, sehingga para (maha)siswa dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Alternatifnya, doronglah mereka untuk menguji keyakinan mereka dengan melakukan percobaan di laboratorium. Kalau ramalan mereka ternyata meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai merasa tidak puas dengan gagasan-gagasan mereka. Lalu doronglah mereka untuk memikirkan penjelasan yang paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan itu dapat dilakukan melalui dialog Sokrates multilateral di antara para (maha)siswa itu.
3. Membangun-Ulang Kerangka Konseptual
Sekarang berikan kepada para (maha)siswa itu konsep-konsep fisikawan dan tuntunlah mereka untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki kepanggahan dakhil (konsistensi internal), terujukkan dengan pandangan yang telah dimiliki para (maha)siswa, dan lebih baik daripada gagasan-gagasan yanglama karena keratahan (simplicity), kehematan, kegunaan dan keapikan (elegance)nya.
4. Penerapan
Yakinkanlah mereka akan manfaatnya untuk beralih ke konsep-konsep dan model-mode lbaru yang betul itu dengan menyuruh mereka menerapkan konsep-konsep baruini untuk memecahkan soal-soal yang instruktif, dan kemudian menguji penyelesaiannya secara empiris dalam tugas praktikum. Dalam diskusi pascapraktikum, beranikan para (maha)siswa untuk membandingkan secara eksplisitpra/miskonsepsi mereka dengan penjelasan yang diterima secara keilmuan dandengan hasil pengamatan empiris yang meyakinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar